TUGAS ILMU BUDAYA DASAR
TRADISI DAN UPACARA ADAT
SUKU KUBU
NAMA : AUFI
NABILA
NPM : 51414804
KELAS : 1IA02
BAB I
PENDAHULUAN
Pada tugas ilmu
budaya dasar yang kedua ini saya diberi kesempatan untuk lebih mengenal dan
mempelajari suku Kubu yaitu juga dikenal dengan Suku Anak Dalam atau Orang
Rimba. Suku Kubu ini berasal dari Provinsi
Jambi. Jambi adalah sebuah provinsi Indonesia yang
terletak di pesisir timur di bagian tengah Pulau Sumatera. Sejak berabad-abad yang lalu di provinsi Jambi
telah dihuni oleh berbagai suku bangsa yaitu Suku
Kerinci, Suku Batin, Suku Bajau, Suku Anak Dalam (Kubu) dan masih banyak suku
yang lainnya. Namun pada
kesempatan kali ini saya akan menjelaskan tentang suku Anak Dalam (Kubu). Suku Kubu dianggap sebagai suku tertua di provinsi Jambi dan
merupakan suku bangsa minoritas yang hidup di Pulau Sumatra, tepatnya di Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan.
BAB II
SEJARAH
Suku Kubu diperkirakan merupakan keturunan
prajurit-prajurit Minangkabau yang bermaksud memperluas daerah ke Jambi. Asal usul suku anak dalam pertama kali di
publikasikan oleh Muntholib soetomo pada tahun 1995 dalam desertasinya yang
berjudul “Orang Rimbo”.
Menurut Muchlas (1975) suku anak dalam berasal dari tiga keturunan,
yaitu:
1.Keturunan
dari Sumatera Selatan, umumnya tinggal di wilayah Kabupaten Batanghari.
2.Keturunan dari Minangkabau, umumnya di Kabupaten Bungo Tebo sebagian Mersam (Batanghari).
3.Keturunan dari Jambi Asli yaitu Kubu Air Hitam Kabupaten Sarolangun Bangko (Muchlas, 1975).
2.Keturunan dari Minangkabau, umumnya di Kabupaten Bungo Tebo sebagian Mersam (Batanghari).
3.Keturunan dari Jambi Asli yaitu Kubu Air Hitam Kabupaten Sarolangun Bangko (Muchlas, 1975).
Suku Kubu mayoritas hidup di provinsi Jambi, dengan perkiraan
jumlah populasi sekitar 200.000 orang. Orang
Anak Dalam dibedakan atas suku yang jinak dan liar. Sebutan “jinak” diberikan
kepada golongan yang telah dimasyarakatkan, memiliki tempat tinggal yang
tetap, dan telah mengenal tata cara pertanian. Sedangkan yang disebut “liar”
adalah mereka yang masih berkeliaran di hutan-hutan dan tidak memiliki tempat
tinggal tetap, belum mengenal sistem bercocok tanam, serta komunikasi dengan
dunia luar sama sekali masih tertutup.
Suku-suku bangsa di Jambi pada umumnya
bermukim di daerah pedesaan dengan pola yang mengelompok. Mereka yang hidup
menetap tergabung dalam beberapa larik (kumpulan rumah panjang beserta pekarangannya).
Setiap desa dipimpin oleh seorang kepala desa (Rio), dibantu oleh mangku,
canang, dan tua-tua tengganai (dewan desa). Mereka inilah yang bertugas mengambil
keputusan yang menyangkut kepentingan hidup masyarakat desa. Mayoritas Suku
Kubu menganut kepercayaan animisme namun ada beberapa keluarga yang pindah ke
Agama Islam.
BAB III
TRADISI SUKU
Suku
anak dalam memiliki tradisi yang begitu kental dan sangat bervariasi. Cara
berpakaiannya pun kini bervariasi, yaitu: (1) bagi yang tinggal di hutan dan
berpindah-pindah pakaiannya sederhana sekali, yaitu cukup menutupi bagian
tertentu saja. (2) yang tinggal di hutan tetap menetap, di samping berpakaian
sesuai dengan tradisinya, juga terkadang menggunakan pakaian seperti masyarakat
umum seperti baju, sarung atau celana, (3) yang tinggal berdekatan dengan
pemukiman masyarakat luar atau desa, berpakaian seperti masyarakat desa
lainnya. Namun kebiasaannya tidak menggunakan baju masih sering ditemukan dalam
wilayah pemukimannya.
Kesenian di Provinsi
Jambi yang terkenal antara lain Batanghari,
Kipas perentak, Rangguk, Sekapur sirih, Selampit delapan, Serentak
Satang.Upacara adat yang masih dilestarikan antara lain Upacara Lingkaran Hidup
Manusia, Kelahiran, Masa Dewasa, Perkawinan, Berusik sirih bergurau pinang,
Duduk bertuik, tegak betanyo, ikat buatan janji semayo, Ulur antar serah terimo
pusako dan Kematian.
Komunitas adat terpencil
Suku Anak Dalam pada umumnya mempunyai kepercayaan terhadap dewa, istilah
ethnic mereka yakni dewo dewo. Mereka juga mempercayai roh roh sebagai sesuatu
kekuatan gaib. Mereka mempercayai adanya dewa yang mendatangkan kebajikan jika
mereka menjalankan aturannya dan sebaliknya akan mendatangkan petaka jika
mereka melanggar aturan adat. Hal ini tercermin dari seloko mantera yang
memiliki kepercayaan Sumpah Dewo Tunggal yang sangat mempengaruhi kehidupan
mereka. Hidup beranyam kuaw, bekambing kijang, berkerbau ruso, rumah (Sudung)
beatap sikai, badinding banir, balantai tanah yang berkelambu resam, suko
berajo bejenang, babatin bapanghulu. Atinya: Mereka (Suku Anak Dalam) mempunyai
larangan berupa pantang berkampung, pantang beratap seng, harus berumah beratap
daun kayu hutan, tidak boleh beternak, dan menanam tanaman tertentu, karena
mereka telah memiliki ternak kuaw (burung hutan) sebagai pengganti ayam,
kijang, ruso, babi hutan sebagai pengganti kambing atau kerbau. Jika warga Suku
Anak Dalam melanggar adat pusaka persumpahan nenek moyang, maka hidup akan
susah, berikut seloko adat yang diungkap oleh Tumenggung Njawat " Di bawah
idak berakar, diatai idak bepucuk, kalo ditengah ditebuk kumbang, kalau kedarat
diterkam rimau, ke air ditangkap buayo". Artinya: Jika Warga Suku Anak
Dalam melanggar adat pusaka persumpahan nenek moyang mereka, maka hidupnya akan
menderita atau mendapat bencana, kecelakaan, dan kesengsaraan.
Gambar 1.1 : Rumah
Suku Kubu
Kepercayaan tradisional Suku Anak Dalam di Propinsi Jambi adalah
sejalan dengan faham pollytheisme yang bersifat animisme dan dinamisme. Mereka
mempercayai roh-roh halus dan juga percaya kepada tempat-tempat tertentu yang
dikeramatkan. Budaya suku anak dalam itu ketika seorang anggota keluarganya
meninggal dunia, itu merupakan peristiwa yang menyedihkan, terutama pihak
keluarganya. Mereka yang berada disekitar rumah kematian akan pergi karena
menganggap bahwa tempat tersebut tempat sial.kepercayaan tersebut bermula di
dahulu kala semenjak mereka tinggal di dalam hutan. Pada umumnya mereka percaya
terhadap dewa-dewa, istilah ethnik yakni dewo-dewo.mereka yang percaya roh-roh
sebagai sesuatu kekuatan gaib.sisitim kekerabatan orang rimba tidak boleh
menyebut nama-nama mereka, dan tidak boleh juga menyebut orang yang telah
meninggal dunia.sebelum menikah tidak ada tradisi berpacaran.kebudayaan suku
anak dalam ini sangat berbeda dengan kebudayaan masyarakat modern seperti
sekarang ini.
BAB IV
KESIMPULAN
Suku Kubu adalah orang-orang yang disebut sebagai orang pedalaman.Suku asli
Kubu sehari-hari tanpa memakai baju,
kecuali cawat penutup kemaluan.rumahnya hanya beratap rumbia dan berdinding
dari kayu.sering memakan buah-buahan dari hutan, berburu dan mengkonsumsi air
dari sungai. Budaya suku anak dalam itu ketika seorang anggota
keluarganya meninggal dunia, itu merupakan peristiwa yang menyedihkan, terutama
pihak keluarganya. Mereka yang berada disekitar rumah kematian akan pergi
karena menganggap bahwa tempat tersebut tempat sial.kepercayaan tersebut
bermula di dahulu kala semenjak mereka tinggal di dalam hutan. Pada umumnya
mereka percaya terhadap dewa-dewa, istilah ethnik yakni dewo-dewo.mereka yang
percaya roh-roh sebagai sesuatu kekuatan gaib.sistem kekerabatan orang rimba
tidak boleh menyebut nama-nama mereka, dan tidak boleh juga menyebut orang yang
telah meninggal dunia.sebelum menikah tidak ada tradisi berpacaran. kebudayaan
suku anak dalam ini sangat berbeda dengan kebudayaan masyarakat modern seperti
sekarang ini.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Jambi
halomerangin.blogspot.com/2013/11/sejarah-suku-kubu-jambi.html
0 komentar:
Posting Komentar