Rabu, 17 Juni 2015

TRADISI DAN UPACARA ADAT SUKU KUBU (IBD II)

TUGAS ILMU BUDAYA DASAR
TRADISI DAN UPACARA ADAT
SUKU KUBU



NAMA  : AUFI NABILA
NPM     : 51414804
KELAS : 1IA02





  


BAB I
PENDAHULUAN
Pada tugas ilmu budaya dasar yang kedua ini saya diberi kesempatan untuk lebih mengenal dan mempelajari suku Kubu yaitu juga dikenal dengan Suku Anak Dalam atau Orang Rimba. Suku Kubu ini berasal dari Provinsi Jambi. Jambi adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di pesisir timur di bagian tengah Pulau Sumatera. Sejak berabad-abad yang lalu di provinsi Jambi telah dihuni oleh berbagai suku bangsa yaitu Suku Kerinci, Suku Batin, Suku Bajau, Suku Anak Dalam (Kubu) dan masih banyak suku yang lainnya.  Namun pada kesempatan kali ini saya akan menjelaskan tentang suku Anak Dalam (Kubu).  Suku Kubu dianggap sebagai suku tertua di provinsi Jambi dan merupakan suku bangsa minoritas yang hidup di Pulau Sumatra, tepatnya di Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan.


BAB II
SEJARAH
Suku Kubu diperkirakan meru­pakan keturunan prajurit-prajurit Minangkabau yang bermaksud mem­perluas daerah ke Jambi. Asal usul suku anak dalam pertama kali di publikasikan oleh Muntholib soetomo pada tahun 1995 dalam desertasinya yang berjudul “Orang Rimbo”.
Menurut Muchlas (1975) suku anak dalam berasal dari tiga keturunan, yaitu:
1.Keturunan dari Sumatera Selatan, umumnya tinggal di wilayah Kabupaten Batanghari.
2.Keturunan dari Minangkabau, umumnya di Kabupaten Bungo Tebo sebagian Mersam (Batanghari).
3.Keturunan dari Jambi Asli yaitu Kubu Air Hitam Kabupaten Sarolangun Bangko (Muchlas, 1975).                                                                                               
Suku Kubu mayoritas hidup di provinsi Jambi, dengan perkiraan jumlah populasi sekitar 200.000 orang. Orang Anak Dalam dibedakan atas suku yang jinak dan liar. Sebutan “ji­nak” diberikan kepada golongan yang telah dimasyarakatkan, memiliki tem­pat tinggal yang tetap, dan telah mengenal tata cara pertanian. Se­dangkan yang disebut “liar” adalah mereka yang masih berkeliaran di hutan-hutan dan tidak memiliki tempat tinggal tetap, belum mengenal sistem bercocok tanam, serta komunikasi dengan dunia luar sama sekali masih tertutup.
Suku-suku bangsa di Jambi pada umumnya bermukim di daerah pede­saan dengan pola yang mengelompok. Mereka yang hidup menetap tergabung dalam beberapa larik (kumpulan rumah panjang beserta pekarang­annya). Setiap desa dipimpin oleh seorang kepala desa (Rio), dibantu oleh mangku, canang, dan tua-tua tengganai (dewan desa). Mereka inilah yang bertugas mengambil keputusan yang menyangkut kepentingan hidup ma­syarakat desa. Mayoritas Suku Kubu menganut kepercayaan animisme namun ada beberapa keluarga yang pindah ke Agama Islam.
           

BAB III
TRADISI SUKU
Suku anak dalam memiliki tradisi yang begitu kental dan sangat bervariasi. Cara berpakaiannya pun kini bervariasi, yaitu: (1) bagi yang tinggal di hutan dan berpindah-pindah pakaiannya sederhana sekali, yaitu cukup menutupi bagian tertentu saja. (2) yang tinggal di hutan tetap menetap, di samping berpakaian sesuai dengan tradisinya, juga terkadang menggunakan pakaian seperti masyarakat umum seperti baju, sarung atau celana, (3) yang tinggal berdekatan dengan pemukiman masyarakat luar atau desa, berpakaian seperti masyarakat desa lainnya. Namun kebiasaannya tidak menggunakan baju masih sering ditemukan dalam wilayah pemukimannya.
Kesenian di Provinsi Jambi yang terkenal antara lain Batanghari, Kipas perentak, Rangguk, Sekapur sirih, Selampit delapan, Serentak Satang.Upacara adat yang masih dilestarikan antara lain Upacara Lingkaran Hidup Manusia, Kelahiran, Masa Dewasa, Perkawinan, Berusik sirih bergurau pinang, Duduk bertuik, tegak betanyo, ikat buatan janji semayo, Ulur antar serah terimo pusako dan Kematian.
          Komunitas adat terpencil Suku Anak Dalam pada umumnya mempunyai kepercayaan terhadap dewa, istilah ethnic mereka yakni dewo dewo. Mereka juga mempercayai roh roh sebagai sesuatu kekuatan gaib. Mereka mempercayai adanya dewa yang mendatangkan kebajikan jika mereka menjalankan aturannya dan sebaliknya akan mendatangkan petaka jika mereka melanggar aturan adat. Hal ini tercermin dari seloko mantera yang memiliki kepercayaan Sumpah Dewo Tunggal yang sangat mempengaruhi kehidupan mereka. Hidup beranyam kuaw, bekambing kijang, berkerbau ruso, rumah (Sudung) beatap sikai, badinding banir, balantai tanah yang berkelambu resam, suko berajo bejenang, babatin bapanghulu. Atinya: Mereka (Suku Anak Dalam) mempunyai larangan berupa pantang berkampung, pantang beratap seng, harus berumah beratap daun kayu hutan, tidak boleh beternak, dan menanam tanaman tertentu, karena mereka telah memiliki ternak kuaw (burung hutan) sebagai pengganti ayam, kijang, ruso, babi hutan sebagai pengganti kambing atau kerbau. Jika warga Suku Anak Dalam melanggar adat pusaka persumpahan nenek moyang, maka hidup akan susah, berikut seloko adat yang diungkap oleh Tumenggung Njawat " Di bawah idak berakar, diatai idak bepucuk, kalo ditengah ditebuk kumbang, kalau kedarat diterkam rimau, ke air ditangkap buayo". Artinya: Jika Warga Suku Anak Dalam melanggar adat pusaka persumpahan nenek moyang mereka, maka hidupnya akan menderita atau mendapat bencana, kecelakaan, dan kesengsaraan.



             Gambar 1.1 : Rumah Suku Kubu


Kepercayaan tradisional Suku Anak Dalam di Propinsi Jambi adalah sejalan dengan faham pollytheisme yang bersifat animisme dan dinamisme. Mereka mempercayai roh-roh halus dan juga percaya kepada tempat-tempat tertentu yang dikeramatkan. Budaya suku anak dalam itu ketika seorang anggota keluarganya meninggal dunia, itu merupakan peristiwa yang menyedihkan, terutama pihak keluarganya. Mereka yang berada disekitar rumah kematian akan pergi karena menganggap bahwa tempat tersebut tempat sial.kepercayaan tersebut bermula di dahulu kala semenjak mereka tinggal di dalam hutan. Pada umumnya mereka percaya terhadap dewa-dewa, istilah ethnik yakni dewo-dewo.mereka yang percaya roh-roh sebagai sesuatu kekuatan gaib.sisitim kekerabatan orang rimba tidak boleh menyebut nama-nama mereka, dan tidak boleh juga menyebut orang yang telah meninggal dunia.sebelum menikah tidak ada tradisi berpacaran.kebudayaan suku anak dalam ini sangat berbeda dengan kebudayaan masyarakat modern seperti sekarang ini.

BAB  IV
KESIMPULAN
Suku Kubu adalah orang-orang yang disebut sebagai orang pedalaman.Suku asli Kubu sehari-hari tanpa memakai  baju, kecuali cawat penutup kemaluan.rumahnya hanya beratap rumbia dan berdinding dari kayu.sering memakan buah-buahan dari hutan, berburu dan mengkonsumsi air dari sungai. Budaya suku anak dalam itu ketika seorang anggota keluarganya meninggal dunia, itu merupakan peristiwa yang menyedihkan, terutama pihak keluarganya. Mereka yang berada disekitar rumah kematian akan pergi karena menganggap bahwa tempat tersebut tempat sial.kepercayaan tersebut bermula di dahulu kala semenjak mereka tinggal di dalam hutan. Pada umumnya mereka percaya terhadap dewa-dewa, istilah ethnik yakni dewo-dewo.mereka yang percaya roh-roh sebagai sesuatu kekuatan gaib.sistem kekerabatan orang rimba tidak boleh menyebut nama-nama mereka, dan tidak boleh juga menyebut orang yang telah meninggal dunia.sebelum menikah tidak ada tradisi berpacaran. kebudayaan suku anak dalam ini sangat berbeda dengan kebudayaan masyarakat modern seperti sekarang ini.


 DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Jambi
halomerangin.blogspot.com/2013/11/sejarah-suku-kubu-jambi.html







0 komentar:

Posting Komentar